Peluncuran Plot “101 Ulin” Edupark BPSILHK Banjarbaru
Banjarbaru (23/03/2024), Bicara tentang ulin berarti bicara tentang sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat. Oleh karenanya pelestarian dan kepedulian akan kelangsungan ulin sangatlah penting. Mendukung itu, Balai Penerapan Standar Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPSILHK) Banjarbaru meluncurkan “Plot 101 Ulin” pada Kamis, 21 Maret 2024. Plot ini berlokasi di kawasan Edupark BPSILHK Banjarbaru.
“Saya sangat bangga dan mengapresiasi upaya BPSILHK Banjarbaru dalam mendukung kelestarian tanaman ulin yang saat ini kondisinya semakin langka dan susah didapatkan,” ujar Ary Sudijanto, Kepala Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BSILHK) dalam sambutannya setelah meluncurkan secara resmi “Plot 101 Ulin” Edupark BPSILHK Banjarbaru. Acara ini dihadiri oleh Kepala BPSILHK Banjarbaru Sujarwo Sujatmoko, S. Hut, M.Sc. dan seluruh karyawan, yang dirangkai dengan acara pembinaan pegawai oleh Kepala BSILHK, Kamis (21/3) di kawasan Edupark BPSILHK Banjarbaru.
Plot 101 Ulin terdiri atas 100 tanaman ulin yang ditanam mulai tahun 2007 dan 1 (satu) tanaman yang ditanam pada tahun 2024 oleh Kepala BSILHK pada saat peluncuran. Plot ulin tersebut memiliki beberapa tingkatan tanaman mulai dari pancang, tiang, dan pohon yang ditanam dari benih yang berasal dari sumber benih di beberapa wilayah di Kalimantan. Ulin (Eusideroxylon zwageri T. et B.) merupakan salah satu jenis asli (endemik) dari mega biodiversity yang dimiliki Indonesia. Ulin juga sebagai salah satu penyusun hutan hujan tropika basah, dan secara alami (native) hanya terdapat di Sumatera dan Kalimantan. Kayu ulin bernilai ekonomi tinggi sehingga merupakan jenis favorit untuk perdagangan lokal maupun ekspor.
Kayu ulin yang sering juga disebut sebagai kayu besi (ironwood) karena sangat kuat dan sangat awet, bahkan mengalahkan besi. Jenis ini digolongkan ke dalam Kelas Kuat I dan Kelas Awet I. Ulin mempunyai range pemanfaatan yang tinggi. Hampir seluruh bagian tumbuhannya dapat dimanfaatkan, baik kayu maupun non kayu. Secara umum, jenis ini banyak digunakan untuk bahan baku konstruksi berat seperti konstruksi dermaga kapal, pintu air, bendungan, jembatan, tiang listrik, pilar dan tonggak rumah, rumah tradisional masyarakat suku Dayak, dan lain-lain. Selain itu, ulin juga mempunyai manfaat non kayu (HHBK), seperti bahan baku pengobatan tradisional dan manfaat spiritual bagi etnis tertentu (Dayak, Kalimantan). Hal tersebut menyebabkan tingginya permintaan pasar sehingga terjadi eksploitasi (baik legal maupun ilegal) yang berlebihan terhadap jenis kayu ulin di habitatnya. Sementara di satu sisi, jenis ini waktu pertumbuhan dan proses regenerasi alaminya lambat, sehingga jumlah populasinya di alam terus menurun.
Oleh karena itu, dalam Asian Regional Workshop (1998) ulin dimasukkan dalam daftar merah IUCN (The International Union for Conservation of Nature Resources readlist) dalam kategori rentan atau rawan kepunahan (vulnerable), kecuali jika penanganan keselamatan dan reproduksinya baik. Jika tidak, maka spesies ini menghadapi risiko kepunahan di alam liar yang tinggi. Ulin juga telah dievaluasi lebih lanjut dan dimasukkan dalam daftar Appendix II Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) sebagai flora yang hampir punah dan tidak bisa diperdagangkan (CITES, 2020). Hal ini mempertegas bahwa ulin di alam menghadapi risiko tinggi terhadap kepunahan.
Jenis ini memang memiliki beberapa karakter spesifik antara lain memiliki pertumbuhan yang sangat lambat dan pertumbuhan awal harus dilakukan dibawah naungan. Tegakan ulin umur 12 tahun di Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Samboja memiliki riap pertumbuhan diameter 0,29 cm/tanaman/th dan riap pertumbuhan tinggi 2,90 cm/tanaman/th. Ulin dengan segala kekhasan dan keistimewaannya telah menjadi bagian dari sosial budaya masyarakat setempat. Sebagai contoh, ulin bagi masyarakat etnis Dayak di Kalimantan merupakan jati diri mereka, di mana hilangnya ulin berarti hilangnya jati diri sekaligus budaya mereka. Benda-benda sakral pun terbuat dari kayu ulin. Menanam ulin pun sangat penting bagi mereka karena menjadi sebuah alternatif pengaman badan jalan atau sebagai pengaman tebing dari kelongsoran.
Oleh karena itu, keberadaan Plot 101 Ulin di kawasan Edupark BPSILHK Banjarbaru memiliki daya tarik tersendiri. Tidak hanya sebagai upaya konservasi jenis, melainkan juga konservasi sosial dan budaya setempat. Di plot ini, selain tersedia keragaman tingkat pertumbuhan tanaman, lokasinya yang strategis (dekat pusat kota Banjarbaru) menjadikan spot ini bisa menjadi tempat pembelajaran yang menarik bagi pelajar dan mahasiswa jurusan kehutanan dan mahasiswa pencinta alam tanpa harus jauh-jauh masuk ke dalam hutan. Nah, bagi masyarakat Banjarbaru yang tertarik untuk mengenal dan melihat langsung tanaman ulin, dapat segera berkunjung ke edupark BPSILHK Banjarbaru.