Webinar Magister Kehutanan Ulm, Kepala Bp2lhk Banjarbaru Hadir Sebagai Narasumber
“Terlepas dari peran penting dan fungsi ekosistem gambut, tidak dapat dipungkiri bahwa kerusakan ekosistem gambut juga merupakan hal yang sangat krusial yang harus kita hadapi. Adanya eksploitasi dan kebakaran mengakibatkan terbukanya tutupan kanopi hutan gambut sehingga berdampak pada terganggunya keseimbangan flora dan fauna. Gambut yang terbakar menimbulkan cekungan-cekungan yang tergenang saat musim penghujan tiba. Sementara itu, ketika kerusakan ekosistem gambut sudah cukup berat, regenerasi ekosistem gambut yang kita harapkan secara alami akan terhambat dan tidak seperti yang kita harapkan,“ kata Sujarwo Sujatmoko, S.Hut, M.Sc, Kepala BP2LHK Banjarbaru mengawali materi yang disampaikannya.
Rabu, 03 November 2021 pukul 10.00 WITA bertempat di Ruang Sidang, Magister Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat, Sujarwo Sujatmoko, S.Hut, M.Sc, Kepala BP2LHK Banjarbaru diundang sebagai salah satu narasumber pada webinar “Pengelolaan Ekosistem Kehutanan Lahan Gambut”. Pada kesempatan ini Kepala BP2LHK Banjarbaru membawakan makalah dengan judul “Pembelajaran Hasil Riset untuk Pengelolaan Ekosistem Hutan Rawa Gambut Berkelanjutan”. Secara garis besar, makalah yang disampaikan meliputi pengenalan ekosistem gambut, kerusakan ekosistem gambut, restorasi gambut, dan hasil litbang gambut BP2LHK Banjarbaru.
Menurut Sujarwo, ada beberapa penyebab utama kerusakan hutan rawa gambut, yaitu pengeringan melalui kanalisasi dan eksploitasi. Ketika kedua hal ini terjadi secara intens dan bersamaan dapat memicu terjadinya kebakaran yang semakin memperparah kerusakan. Kerusakan tersebut menyebabkan lahan gambut menjadi mudah ambles (subsiden) tergenang/banjir saat musim penghujan tiba, dan kebakaran berulang. Pada akhirnya tutupan vegetasi hutan (kanopi) hilang, lahan semakin terbuka, dan regenerasi semakin lambat.
Lebih lanjut Sujarwo menyatakan bahwa saat ini pemerintah sedang menggalakkan restorasi gambut yang mengusung strategi 3R, yaitu pembasahan kembali (rewetting), pemulihan vegetasi (revegetation), dan revitalisasi ekonomi masyarakat (revitalization). Ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam pengelolaan lahan gambut. Dalam pelaksanaannya harus mempertimbangkan karakteristik lahan gambut yang memiliki sifat kering tak balik. Penanaman kembali harus dalam skema menuju rona awal dan penanaman dapat memfasilitasi proses suksesi. Kegiatan yang dilakukan harus tepat dan mengukur daya dukung lahan dalam pemulihan ekonomi. BP2LHK Banjarbaru telah melakukan serangkaian penelitian pengelolaan lahan gambut yang terbagi dalam 3 periode, yaitu periode 1983-1993, periode 1994-2003, dan periode 2003-sekarang (Gambar 1).
“Dari hasil publikasi peneliti kami baru-baru ini, indikator keberhasilan dan kegagalan restorasi merupakan hal yang penting, khususnya terkait peralihan dari balai litbang kehutanan menjadi balai standardisasi instrumen kehutanan. Dalam melakukan restorasi ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam menentukan indikator keberhasilan dan kegagalan restorasi. Pertama adalah tepat lokasinya, apakah masuk dalam fungsi budidaya atau fungsi lindung, kedua memahami karakteristik asli ekosistem gambut, ketiga memahami karakteristik kerusakan yang terjadi apakah akibat eksploitasi, kebakaran, dan lain-lain. Keempat adalah mengakomodir interaksi antropogenik, dan terakhir adalah melakukan implementasi berbasis mekanisme alami,” Sujarwo menjelaskan.
Ada 6 (enam) indikator keberhasilan restorasi yang disampaikan Sujarwo dalam webinar ini, yaitu fungsi ekosistem, kondisi perbaikan lahan, kondisi hidrologis hutan gambut, keanekaragaman flora dan fauna, persediaan karbon, peningkatan pencaharian masyarakat. Selain itu, juga dikenal bioindikator restorasi yang merupakan informasi perkembangan ekosistem dilihat dari mikroba tanah, makrofauna, semut, burung, dan herpetofauna. Dengan demikian, kerberhasilan restorasi tidak hanya dilihat dari perkembangan tanaman rehabilitasi tetapi juga dari eksistensi makro dan mikrofauna yang menghuninya.
Intervensi restorasi juga dapat dilakukan dengan memperhatikan karakteristik kerusakan dan kondisi lahan. Intervensi terhadap hutan sekunder, lahan gambut terbakar satu kali, lahan gambut dengan kebakaran berulang, lahan gambut dengan kebakaran berulang dan kerusakan hidrologis akan berbeda satu sama lain. Intervensi restorasi gambut dilakukan agar lahan gambut pulih sehingga fungsi-fungsi yang ada dapat berjalan dan memberikan kemanfaatan. Dalam acara ini Sujarwo memberikan contoh-contoh hasil penelitian pengelolaan gambut di KHDTK Tumbang Nusa yang dinilai berhasil.
“Ini adalah contoh permudaan alam gambut yang dapat dikatakan berhasil di KHDTK Tumbang Nusa pasca kebakaran tahun 1996. Memang ada beberapa perubahan yang terjadi dari proses suksesi alami ini. Berdasarkan rejim kerusakan akibat eksploitasi, struktur dan komposisi seperti semula tetapi mengalami perubahan dominansi sedangkan pada rejim kerusakan akibat kebakaran hutan, standing stock seperti semula tetapi keanekaragaman hayati berubah,” Sujarwo menjelaskan.
Dalam webinar ini Sujarwo juga menyampaikan beberapa program kegiatan pengelolaan gambut yang sudah berlangsung di KHDTK Tumbang Nusa, yaitu kegiatan Repeat (Rehabilitation of peatland), Kader Peduli Gambut, demplot agroforestri yang bekerjasama dengan masyarakat sekitar, demplot paludikultur, program berbasis penerapan konsep PLTB (Penyiapan Lahan Tanpa Bakar), kegiatan pengolahan bahan organik lahan yang telah meghasilkan berbagai macam produk asal gambut, dan lain-lain.
Pemutaran film berdurasi pendek kebanggaan BP2LHK Banjarbaru yang meraih juara pertama dalam ajang video contest The 6th International Conference of INAFOR (Indonesia Forestry Researchers) 2021 ditampilkan juga untuk menambah informasi. Mengambil latar di area Repeat, KHDTK Tumbang Nusa, Kalimantan Tengah, video ini menyoroti bagaimana upaya pemulihan tersebut dilakukan oleh BP2LHK Banjarbaru bersama berbagai pihak yang peduli gambut.
Sebagai informasi, webinar yang dibuka dengan sambutan Dr. H. Kissinger, S.Hut., M.Si selaku Dekan Fakultas Kehutanan ULM ini dihadiri sekitar 80 orang peserta secara daring dan beberapa peserta secara offline. Peserta terdiri atas para akademisi (mahasiswa, dosen), para praktisi kehutanan, para staf instansi kehutanan, dan lain-lain. Narasumber lain yang turut hadir dalam acara ini adalah Erik T. Primantoro, S.Hut., M.ES, Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Kebijakan Wilayah & Sektor pada Dirjen Planologi Kehutanan & Tata Lingkungan. Acara yang dipandu oleh Prof. Dr. Ir. H. Syarifuddin Kadir, M.Si, Koordinator Magister Kehutanan ULM ini berjalan dengan lancar dan ditutup dengan sesi diskusi yang berlangsung cukup hangat. **DA